IPS 8
Tema 2C
Interaksi
Budaya pada Masa Kerajaan Islam
(Penyusun : Amir Alamsyah, S.Pd._SMP Negeri 1 Bandungan)
1.
Perkembangan
Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia
Perkembangan agama Islam di Indonesia merupakan proses
yang panjang, damai, dan akomodatif terhadap budaya lokal.
Aspek |
Perkembangan dan Penjelasan |
Waktu
Kedatangan |
Terdapat beberapa teori mengenai
waktu masuknya Islam ke Indonesia: ·
Teori
Gujarat (abad
ke-13 Masehi), ·
Teori
Arab/Mekkah
(abad ke-7 Masehi) ·
Teori
Persia (abad
ke-13 Masehi). Secara umum disepakati bahwa
Islam mulai masuk sejak abad ke-7 Masehi, tetapi penyebarannya secara masif
terjadi setelah abad ke-13 Masehi. |
Jalur
Penyebaran |
Islam menyebar di Indonesia
melalui berbagai cara, yang sering kali saling terkait: a.
Perdagangan: Pedagang Muslim dari Arab,
Persia, dan India datang ke Indonesia dan memperkenalkan ajaran Islam sambil
berdagang. b.
Perkawinan: Banyak pedagang Muslim yang
menetap dan menikah dengan wanita pribumi, yang kemudian masuk Islam dan
membentuk komunitas Muslim. c.
Pendidikan: Melalui pendirian lembaga
pendidikan seperti pesantren, para ulama menyebarkan ajaran Islam secara
terstruktur. d.
Kesenian: Para penyebar Islam, seperti Walisongo,
menggunakan media seni tradisional seperti wayang, gamelan, dan sastra untuk
menyampaikan ajaran Islam agar lebih mudah diterima masyarakat. e.
Tasawuf: Melalui ajaran tasawuf yang
menekankan pendekatan batin, Islam dengan mudah beradaptasi dengan tradisi
spiritual masyarakat lokal. f.
Politik: Penguasa lokal yang memeluk
Islam menjadikan agama ini sebagai agama kerajaan, sehingga rakyatnya turut
memeluk Islam. |
Pusat
Perkembangan Awal |
Pusat perkembangan awal Islam
berada di kota-kota pelabuhan dan pesisir. Di antaranya adalah Samudera
Pasai dan Perlak di Sumatera, serta Demak dan Gresik
di Jawa. Dari sinilah Islam menyebar ke berbagai wilayah lain. |
Interaksi
dengan Budaya Lokal |
Islam di Indonesia memiliki
karakteristik yang unik karena adanya akulturasi dan asimilasi
dengan budaya lokal yang sudah ada sebelumnya. Hal ini menciptakan varian
Islam yang khas, seperti Islam Jawa, Islam Minang, dan Islam Sasak.
Ajaran Islam tidak serta merta menghapus budaya lokal, melainkan memberikan
warna baru, sehingga terwujudlah kebudayaan Islam yang toleran dan
demokratis. |
Peninggalan
Kebudayaan Islam |
Interaksi Islam dengan budaya
lokal menghasilkan berbagai peninggalan kebudayaan yang unik, antara lain: a.
Seni
Arsitektur:
Masjid-masjid kuno di Indonesia, seperti Masjid Agung Demak, memiliki bentuk
atap tumpang tiga atau lima yang menyerupai bentuk pura Hindu. b.
Seni
Sastra:
Munculnya karya sastra seperti hikayat dan babad yang mengandung nilai-nilai
Islam. c.
Seni
Pertunjukan:
Wayang kulit yang digunakan oleh Walisongo sebagai media dakwah. d.
Tradisi
dan Upacara:
Perayaan Grebeg Maulud dan Sekaten yang menggabungkan tradisi Jawa dengan
peringatan hari besar Islam. |
Organisasi
Islam Modern |
Pada abad ke-20, muncul
organisasi-organisasi Islam modern yang berperan penting dalam memajukan
pendidikan dan pemikiran Islam, seperti Muhammadiyah (1912) dan Nahdlatul
Ulama (NU) (1926). Keduanya memiliki pengaruh besar dalam kehidupan
sosial, politik, dan keagamaan di Indonesia hingga saat ini. |
2. Penyebaran Agama Islam di Indonesia
a.
Cara
Penyebaran Agama Islam di Indonesia
Penyebaran agama Islam di Indonesia dikenal sebagai
proses yang damai dan bertahap, berbeda dengan di wilayah lain yang seringkali
melalui peperangan. Para ulama dan penyebar Islam menggunakan berbagai cara
yang efektif dan akomodatif terhadap budaya lokal.
Metode
Penyebaran |
Penjelasan dan Contoh |
Perdagangan |
Para pedagang Muslim
dari Arab, Persia, dan Gujarat menjadi agen penyebaran utama. Mereka datang
ke pelabuhan-pelabuhan Nusantara, berinteraksi dengan penduduk lokal, dan
secara perlahan memperkenalkan ajaran Islam sambil berdagang. Kota-kota
pelabuhan seperti Samudera Pasai dan Gresik menjadi titik awal
penyebaran. |
Perkawinan / pernikahan |
Banyak pedagang
Muslim yang menetap di Indonesia dan menikahi wanita pribumi. Sebelum
menikah, calon istri dan keluarganya biasanya memeluk Islam. Hal ini kemudian
membentuk komunitas Muslim baru dan mempercepat proses Islamisasi. Contohnya
adalah perkawinan antara Raja Brawijaya V dengan putri dari Sultan
Campa yang kemudian melahirkan Raden Patah, pendiri Kesultanan
Demak. |
Pendidikan |
Melalui jalur
pendidikan, para ulama mendirikan lembaga-lembaga seperti pesantren
dan langgar (mushola). Di sana, para santri (murid) diajarkan ilmu
agama Islam secara mendalam. Setelah lulus, mereka kembali ke daerah asal dan
menjadi penyebar Islam. Pesantren yang didirikan oleh Walisongo di
Jawa adalah contoh paling terkenal. |
Kesenian |
Walisongo merupakan
contoh ulama yang sangat mahir menggunakan seni sebagai media dakwah. Mereka
mengadaptasi kesenian lokal yang sudah ada, seperti wayang kulit dan gamelan,
dan menyisipkan ajaran-ajaran Islam. Dengan cara ini, ajaran Islam menjadi
mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat yang memiliki tradisi seni yang
kuat. |
Tasawuf |
Ajaran tasawuf
menekankan pada sisi batiniah dan spiritual Islam. Melalui tasawuf, Islam
dapat beradaptasi dengan tradisi spiritual dan mistis yang sudah berkembang
di Indonesia sebelumnya. Para sufi menyebarkan Islam dengan pendekatan yang
lembut dan lebih menekankan pada kesatuan dengan Tuhan. |
Politik |
Ketika seorang raja
atau penguasa memeluk Islam, agama ini otomatis menjadi agama resmi di
kerajaannya. Rakyat pun kemudian secara massal mengikuti agama rajanya.
Contohnya adalah Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Demak
yang menjadi pusat kekuasaan dan penyebaran Islam. |
b.
Alasan
Cepatnya Penyebaran dan Daya Tarik Agama Islam di Indonesia
Cepatnya perkembangan agama Islam di Indonesia tidak
terlepas dari beberapa faktor yang menjadi menarik dan mudah diterima oleh
masyarakat. Agama Islam menawarkan banyak keunggulan dibandingkan sistem
kepercayaan yang sudah ada sebelumnya.
Faktor
Daya Tarik |
Penjelasan dan Implikasinya |
Tidak Mengenal Kasta |
Agama Islam tidak
mengenal sistem kasta yang membedakan derajat seseorang berdasarkan
keturunan. Semua manusia dipandang setara di hadapan Allah. Hal ini sangat
menarik bagi masyarakat kelas bawah yang merasa tertindas oleh sistem kasta
Hindu-Buddha. |
Syarat Masuk yang Mudah |
Untuk menjadi seorang
Muslim, seseorang hanya perlu mengucapkan dua kalimat syahadat dengan tulus.
Tidak ada upacara yang rumit atau biaya yang mahal. |
Bersifat Damai dan Toleran |
Islam masuk ke
Indonesia melalui jalur perdagangan, pendidikan, dan budaya, bukan melalui
peperangan. Para ulama dan pedagang Muslim mampu berbaur dan beradaptasi
dengan tradisi lokal, sehingga tidak menimbulkan konflik dengan kepercayaan
yang sudah ada. |
Ajaran yang Sederhana dan Logis |
Ajaran Islam bersifat
monoteisme (mengesakan Tuhan) yang mudah dipahami. Konsep ibadah yang teratur
(salat, puasa, zakat) memberikan struktur spiritual yang jelas bagi para
pemeluknya. |
Peran Sentral Para Ulama dan Raja |
Para ulama dan Walisongo
menggunakan pendekatan kultural yang kreatif, seperti melalui wayang dan
gamelan, untuk menyebarkan Islam. Selain itu, banyak raja dan penguasa lokal
yang memeluk Islam, yang kemudian menjadikan agama ini sebagai agama resmi kerajaan,
sehingga rakyatnya pun ikut memeluk Islam. |
Didukung Faktor Ekonomi dan
Sosial |
Banyak pedagang
Muslim yang memiliki posisi ekonomi kuat. Ketika mereka berinteraksi dengan
masyarakat lokal, Islam juga dilihat sebagai simbol kemajuan dan kesejahteraan.
Selain itu, perkawinan antara pedagang Muslim dan wanita pribumi turut
memperluas jangkauan Islam secara sosial. |
Di Indonesia, terdapat sembilan wali yang dikenal
sebagai Walisongo, yaitu sekelompok ulama besar yang berperan penting
dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.
Nama
Walisongo |
Nama Asli |
Daerah Dakwah |
Metode Dakwah |
Sunan
Gresik |
Maulana
Malik Ibrahim |
Gresik,
Jawa Timur |
Berdagang,
mengobati masyarakat, dan mengajarkan Islam secara damai. |
Sunan
Ampel |
Raden
Rahmat |
Surabaya,
Jawa Timur |
Mendirikan
pesantren dan mengajarkan ajaran Islam yang tegas. |
Sunan
Bonang |
Raden
Makdum Ibrahim |
Tuban,
Jawa Timur |
Menggunakan
media seni, seperti gamelan dan wayang, untuk menyebarkan Islam. |
Sunan
Drajat |
Raden
Qasim |
Lamongan,
Jawa Timur |
Mengajarkan
Islam melalui kesenian dan menekankan kepedulian sosial. |
Sunan
Kalijaga |
Raden
Sahid |
Demak,
Jawa Tengah |
Menggunakan
wayang kulit, gamelan, dan seni ukir sebagai media dakwah. |
Sunan
Giri |
Raden
Paku |
Gresik,
Jawa Timur |
Mendirikan
pesantren Giri Kedaton yang menjadi pusat penyebaran Islam ke berbagai
wilayah. |
Sunan
Kudus |
Ja'far
Shadiq |
Kudus,
Jawa Tengah |
Menggunakan
pendekatan akulturasi budaya, seperti menara masjid yang menyerupai candi. |
Sunan
Muria |
Raden
Umar Said |
Gunung
Muria, Jawa Tengah |
Mengajarkan
Islam di daerah pedalaman dan menyebarkan melalui jalur kesenian. |
Sunan
Gunung Jati |
Syarif
Hidayatullah |
Cirebon,
Jawa Barat |
Menggunakan
jalur politik dengan mendirikan Kesultanan Cirebon dan Banten. |
d. Tokoh Penyebar Islam di Indonesia (Selain Walisongo)
Nama
Tokoh |
Daerah Dakwah |
Peran dan Metode Dakwah |
Sultan
Malik As-Saleh |
Samudera
Pasai (Aceh) |
Pendiri Kesultanan Samudera
Pasai, kerajaan Islam pertama di Indonesia. Beliau menggunakan jalur
politik dan perdagangan untuk menyebarkan Islam di wilayah Sumatera. |
Dato
Ri Bandang, Dato Ri Tiro, dan Dato Ri Patimang |
Sulawesi
Selatan |
Tiga ulama dari Minangkabau ini
dikenal sebagai tokoh utama yang mengislamkan Kerajaan Gowa-Tallo, yang
kemudian menjadi Kesultanan Makassar. Mereka menggunakan metode dakwah
yang terstruktur dan berhasil mengislamkan raja serta rakyatnya. |
Tuan
Tunggang Parangan |
Kalimantan
Timur |
Ulama dari Minangkabau ini
berperan besar dalam mengislamkan Kerajaan Kutai. Beliau berhasil meyakinkan
raja dan keluarganya untuk memeluk Islam. |
Sultan
Zainal Abidin |
Ternate
(Maluku) |
Raja Ternate yang pertama kali
menggunakan gelar "sultan" dan menjadikan Islam sebagai agama resmi
kerajaan. Ia berperan penting dalam penyebaran Islam di wilayah Maluku, yang
menjadi pusat perdagangan rempah-rempah. |
Sultan
Alauddin Riayat Syah Al-Qahhar |
Aceh |
Sultan Aceh yang terkenal dengan
perlawanan terhadap Portugis. Ia menjadikan Aceh sebagai pusat perdagangan
dan keilmuan Islam, serta mengirim utusan untuk berdakwah di berbagai
wilayah, termasuk ke wilayah Batak. |
Syekh
Yusuf Al-Makassari |
Makassar,
Banten, dan Afrika Selatan |
Ulama sufi yang mendalam. Setelah
belajar di Mekkah, ia berdakwah di Makassar dan Banten, kemudian diasingkan
oleh Belanda ke Afrika Selatan. Ia menjadi tokoh penting dalam penyebaran
Islam di kedua wilayah tersebut. |
Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjari |
Kalimantan
Selatan |
Dikenal sebagai "Datuk
Kalampayan", beliau adalah ulama besar yang menulis kitab Sabilal
Muhtadin, yang menjadi panduan fikih bagi umat Islam di Nusantara. Ia
berperan penting dalam menyebarkan Islam di Kalimantan. |
Syekh
Abdul Rauf As-Singkili |
Aceh |
Ulama yang mendalami tasawuf. Ia
menyebarkan ajaran Tarekat Syattariyah dan menulis banyak karya, termasuk
tafsir Al-Qur'an dalam bahasa Melayu. |
K.H.
Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy'ari |
Jawa |
Kedua tokoh ini merupakan ulama modern pada abad ke-20
yang mendirikan organisasi besar: ·
K.H.
Ahmad Dahlan
mendirikan Muhammadiyah, fokus pada pembaruan pendidikan dan sosial, · K.H. Hasyim Asy'ari mendirikan Nahdlatul Ulama, fokus pada tradisi pesantren dan mempertahankan nilai-nilai Islam klasik. |
3. Bentuk Interaksi Budaya Pengaruh Islam di Indonesia
Interaksi antara kebudayaan Islam dan budaya lokal
yang sudah ada di Indonesia tidak menyebabkan hilangnya budaya asli, melainkan
menciptakan akulturasi dan asimilasi yang harmonis. Proses ini
menghasilkan bentuk-bentuk kebudayaan baru yang unik dan khas.
Bidang
Interaksi |
Bentuk Interaksi dan Contohnya |
Seni Bangunan (Arsitektur) |
Masjid-masjid kuno di
Indonesia, seperti Masjid Agung Demak dan Masjid Kudus, tidak
menggunakan kubah sebagai atap utama seperti masjid di Timur Tengah.
Sebaliknya, mereka mengadopsi bentuk atap tumpang atau bersusun yang mirip
dengan pura atau bangunan tradisional Jawa. Menara Masjid Kudus, misalnya,
menyerupai candi Hindu. |
Seni Ukir dan Kaligrafi |
Seni ukir Islam
menghindari penggambaran makhluk hidup (manusia dan hewan) sesuai dengan
ajaran Islam. Sebagai gantinya, para seniman mengukir motif tumbuh-tumbuhan,
sulur-suluran, atau pola geometris. Kaligrafi Arab, terutama ayat-ayat
Al-Qur'an, juga menjadi motif hias yang dominan di masjid, nisan, dan istana. |
Seni Sastra |
Masuknya Islam
memperkaya khazanah sastra Indonesia. Munculnya karya-karya sastra seperti hikayat,
babad, dan suluk yang berisi ajaran Islam, kisah para nabi,
serta sejarah kerajaan Islam. Bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar utama
dalam karya-karya ini dan berkembang pesat. |
Seni Pertunjukan |
Para penyebar Islam,
terutama Walisongo, menggunakan seni pertunjukan tradisional sebagai
media dakwah. Wayang kulit yang sebelumnya bercerita tentang epos
Hindu (Mahabharata dan Ramayana) diadaptasi dengan menyisipkan ajaran dan
nilai-nilai Islam. Gamelan juga digunakan untuk mengiringi pertunjukan
wayang dakwah ini. |
Tradisi dan Upacara |
Banyak upacara adat
lokal yang dipertahankan tetapi diberi sentuhan Islam. Contohnya adalah
tradisi Sekaten di Jawa Tengah untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad
SAW. Perayaan ini memadukan tradisi Jawa dengan nilai-nilai Islam, seperti
pembacaan shalawat dan pengajian. |
Sistem Pemerintahan |
Konsep raja dalam
kerajaan Hindu-Buddha yang dianggap sebagai titisan dewa berubah menjadi sultan
atau sunan yang merupakan pemimpin agama dan politik, tetapi tetap
mengadopsi unsur-unsur tata cara pemerintahan yang sudah ada. |
4. Perubahan Masyarakat Masa Islam dalam Aspek Geografi
Masuknya Islam ke Indonesia membawa perubahan mendasar
dalam aspek geografis, mengubah pola-pola yang sudah ada sejak masa
Hindu-Buddha. Perubahan ini didorong oleh orientasi Islam yang kuat terhadap
perdagangan maritim.
Aspek
Geografis |
Perubahan dan Penjelasan |
Indonesia sebagai Silang Lalu
Lintas Dunia |
Letak Indonesia yang
strategis di antara jalur perdagangan Asia menjadikan Nusantara sebagai jalur
lalu lintas maritim utama bagi pedagang Muslim. Pelayaran ini tidak hanya
untuk perdagangan, tetapi juga penyebaran agama, politik, dan ilmu
pengetahuan. |
Pola Pemukiman |
Masyarakat pra-Islam
umumnya berpusat di pedalaman atau dataran tinggi yang berorientasi pada
pertanian. Setelah Islam masuk, pola pemukiman bergeser ke daerah pesisir
yang menjadi pusat aktivitas perdagangan dan penyebaran Islam.
Kampung-kampung Arab dan Gujarat mulai terbentuk di kota-kota pelabuhan. |
Pusat Kekuasaan |
Pusat-pusat kekuasaan
kerajaan berpindah dari pedalaman ke wilayah pesisir. Kerajaan-kerajaan
Islam, seperti Samudera Pasai, Demak, Banten, dan Ternate,
tumbuh dari kota-kota pelabuhan yang strategis. Pesisir menjadi basis ekonomi
dan politik yang baru. |
Jalur Perdagangan |
Jalur perdagangan
laut yang melewati Selat Malaka dan Laut Jawa menjadi sangat
vital. Kota-kota pesisir yang dikuasai kerajaan Islam berkembang menjadi
bandar niaga internasional yang ramai, tempat bertemunya pedagang dari
berbagai bangsa untuk berdagang rempah-rempah. |
Penyebaran Penduduk (Migrasi) |
Terjadi migrasi penduduk
dari pedalaman ke pesisir dan antar-pulau. Para ulama dan pedagang Muslim
menyebarkan Islam dari satu pulau ke pulau lain, terutama ke wilayah timur
Indonesia. Hal ini mengubah komposisi demografi dan menyebarkan budaya Islam
ke seluruh Nusantara. |
Pertumbuhan Penduduk |
Aktivitas perdagangan
yang ramai dan berkembangnya kota-kota pesisir membuat kota-kota tersebut
menjadi magnet bagi penduduk. Meskipun data spesifik sulit ditemukan,
peningkatan aktivitas ekonomi dan keamanan di kota-kota pelabuhan kemungkinan
besar memicu pertumbuhan penduduk yang lebih pesat dibandingkan wilayah
pedalaman. |
Pemanfaatan Lahan |
Pemanfaatan lahan di
daerah pesisir berkembang pesat untuk aktivitas perdagangan, pembangunan
pelabuhan, dan pemukiman. Di kota-kota pesisir, muncul berbagai fasilitas
pendukung seperti dermaga, gudang, masjid, dan permukiman pedagang, mengubah
fungsi lahan dari sekadar pesisir menjadi pusat ekonomi. |
Pertumbuhan Kota-Kota Pesisir |
Kota-kota seperti Gresik,
Malaka, Makassar, dan Banten yang semula merupakan kampung kecil
berkembang menjadi kota-kota besar dengan jumlah penduduk yang signifikan.
Pertumbuhan ini didorong oleh posisi strategis mereka sebagai pusat
perdagangan, dakwah, dan pemerintahan. |
5.
Perubahan
Masyarakat Masa Islam dalam Bidang Ekonomi
Kedatangan Islam dan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam
di Indonesia membawa perubahan signifikan dalam bidang ekonomi, terutama yang
berkaitan dengan pola produksi, konsumsi, dan distribusi. Hal ini didorong oleh
prinsip-prinsip ekonomi Islam yang berfokus pada keadilan dan perdagangan yang
jujur.
Aspek
Ekonomi |
Perubahan dan Penjelasan |
Kegiatan Produksi |
Produksi bergeser
dari hanya berfokus pada pertanian di pedalaman menjadi aktivitas yang lebih
beragam. Industri maritim berkembang pesat dengan munculnya galangan kapal
dan pembuatan perahu niaga. Produksi rempah-rempah dan hasil hutan semakin
meningkat untuk memenuhi permintaan pasar internasional. |
Kegiatan Konsumsi |
Pola konsumsi
masyarakat menjadi lebih kompleks seiring dengan masuknya berbagai komoditas
dari luar negeri melalui jalur perdagangan. Barang-barang mewah seperti
porselen dari Tiongkok, kain sutra dari Persia, dan berbagai jenis perhiasan
menjadi komoditas yang umum dikonsumsi oleh kalangan elite. |
Kegiatan Distribusi |
Jalur distribusi
ekonomi beralih dari yang sebelumnya berpusat di pedalaman menjadi berfokus
pada jalur laut. Pelabuhan-pelabuhan Islam, seperti Malaka, Gresik,
dan Banten, menjadi pusat distribusi (emporium) yang sangat ramai. Kegiatan
distribusi tidak lagi terbatas pada sistem barter, tetapi juga menggunakan
alat tukar seperti mata uang, meskipun sistem barter masih banyak digunakan
di tingkat lokal. |
6.
Perubahan
Masyarakat Masa Islam dalam Bidang Sosial
Proses masuknya Islam ke Indonesia tidak hanya
mengubah aspek spiritual dan keagamaan, tetapi juga membawa perubahan mendalam
dalam struktur sosial masyarakat. Sistem nilai, hierarki sosial, dan tradisi
kehidupan sehari-hari mengalami transformasi yang signifikan, menciptakan
tatanan sosial yang baru.
Aspek
Sosial |
Perubahan dan Penjelasan |
Status
Sosial |
Agama Islam memperkenalkan konsep
egaliterisme, di mana semua manusia memiliki kedudukan yang sama di
hadapan Tuhan. Konsep ini secara bertahap menghapus atau mengurangi sistem
kasta yang sebelumnya ada dalam ajaran Hindu-Buddha. Status seseorang tidak
lagi ditentukan oleh keturunan, melainkan oleh keimanan dan ketakwaan. |
Sistem
Kekeluargaan dan Perkawinan |
Dalam masyarakat pra-Islam,
sistem kekeluargaan dan perkawinan memiliki aturan yang kompleks sesuai
dengan adat dan agama Hindu-Buddha. Islam membawa aturan baru yang lebih
terstruktur mengenai hak dan kewajiban dalam keluarga. Perkawinan
menjadi salah satu jalur utama penyebaran Islam, di mana pernikahan antara
pedagang Muslim dan wanita lokal membentuk komunitas Muslim baru. |
Pola
Pendidikan |
Pendidikan tidak lagi terbatas
pada lingkungan istana atau kaum elite. Lembaga pendidikan Islam seperti pesantren
dan langgar muncul dan menjadi pusat pembelajaran bagi seluruh lapisan
masyarakat. Di tempat-tempat ini, masyarakat dari berbagai latar belakang
bisa belajar tentang ajaran Islam, etika, dan pengetahuan umum. |
Bahasa
dan Sastra |
Bahasa Melayu berkembang menjadi
bahasa persatuan (lingua franca) yang digunakan dalam perdagangan dan
penyebaran agama. Abjad Arab digunakan untuk menulis bahasa Melayu yang
kemudian dikenal sebagai Huruf Jawi. Selain itu, munculnya karya-karya
sastra baru seperti hikayat dan suluk yang berisi ajaran Islam
turut membentuk pola pikir dan nilai-nilai sosial masyarakat. |
Sistem
Hukum |
Masyarakat mulai mengenal hukum
yang bersumber dari syariat Islam, yaitu Al-Qur'an dan hadis. Meskipun
hukum adat tetap dipertahankan, nilai-nilai Islam mulai diintegrasikan ke
dalam sistem hukum lokal, terutama dalam hal perkawinan, warisan, dan
perdagangan. |
7.
Perubahan
Masyarakat Masa Islam dalam Bidang Pendidikan
Masuknya Islam ke Indonesia membawa perubahan
fundamental dalam sistem pendidikan, yang sebelumnya didominasi oleh tradisi
lisan dan lembaga-lembaga keagamaan pra-Islam. Pendidikan pada masa Islam
menjadi lebih terstruktur, merata, dan berorientasi pada pengembangan spiritual
serta intelektual.
Aspek
Pendidikan |
Perubahan dan Penjelasan |
Pola Pendidikan |
Pendidikan tidak lagi
terbatas di lingkungan istana atau bagi kaum elite. Islam memperkenalkan
sistem pendidikan yang lebih merata dengan berdirinya lembaga-lembaga
pendidikan di tengah masyarakat. Ini memungkinkan semua lapisan sosial untuk
memperoleh pendidikan agama. |
Lembaga Pendidikan |
Lembaga pendidikan
formal pertama yang berkembang adalah pesantren, yang dipimpin oleh
seorang kiai atau ulama. Di pesantren, santri (murid) tinggal bersama dan
diajarkan ilmu-ilmu keislaman secara mendalam, termasuk fikih, tafsir, hadis,
dan tasawuf. Selain itu, langgar atau mushola juga berfungsi
sebagai tempat belajar agama di tingkat yang lebih sederhana. |
Materi dan Kurikulum |
Kurikulum pendidikan
bergeser dari yang sebelumnya berorientasi pada ajaran Hindu-Buddha ke
ilmu-ilmu keislaman. Kitab-kitab dari Timur Tengah menjadi rujukan utama.
Namun, materi ini sering kali diajarkan dengan metode yang disesuaikan dengan
konteks budaya lokal, seperti penggunaan bahasa Melayu atau Jawa. |
Tujuan Pendidikan |
Tujuan pendidikan
bukan hanya untuk mencapai pengetahuan, melainkan juga untuk membentuk akhlak
dan moral yang baik. Pendidikan Islam bertujuan menciptakan individu yang
takwa, beriman, dan bermanfaat bagi masyarakat. Ini berbeda dengan tujuan
pendidikan pra-Islam yang seringkali terpusat pada hierarki sosial dan
spiritual. |
Bahasa dan Tulisan |
Seiring dengan
berkembangnya pendidikan Islam, huruf Arab mulai digunakan secara
luas, bahkan untuk menulis bahasa lokal seperti Melayu (huruf Jawi). Hal ini
memudahkan penyebaran ilmu agama karena kitab-kitab dari Timur Tengah dapat
dipelajari. Bahasa Melayu juga menjadi bahasa pengantar utama dalam proses
belajar-mengajar. |
Penyebaran Ilmu Pengetahuan |
Melalui jaringan
pesantren dan para ulama, ilmu pengetahuan tidak hanya terpusat di satu
tempat. Para lulusan pesantren, yang dikenal sebagai kyai atau ulama,
kembali ke daerah asal mereka dan mendirikan pesantren baru, sehingga ilmu
pengetahuan menyebar secara masif ke seluruh penjuru Nusantara. |
8.
Perubahan
Masyarakat Masa Islam dalam Bidang Budaya
Kedatangan Islam di Indonesia tidak menghapus budaya
lokal yang sudah ada, melainkan berinteraksi dan berakulturasi secara harmonis.
Proses ini menghasilkan perpaduan unik yang terlihat dalam berbagai bidang
kebudayaan.
a.
Seni
Bangunan Bercorak Islam
Aspek
Seni Bangunan |
Bentuk Akulturasi dan Contohnya |
Masjid dan Menara |
Masjid-masjid kuno di
Indonesia, seperti Masjid Agung Demak dan Masjid Kudus, tidak
menggunakan kubah. Arsitekturnya mengadopsi bentuk atap bersusun atau tumpang
yang menyerupai pura Hindu-Buddha. Atap ini jumlahnya selalu ganjil, tiga
atau lima, dan semakin ke atas semakin mengecil. Menara Masjid Kudus juga
dibangun menyerupai candi. |
Makam |
Makam tokoh-tokoh
Islam kuno, seperti Walisongo, masih menunjukkan unsur akulturasi. Nisan
makam diukir dengan kaligrafi Arab, tetapi makamnya sering kali
dilengkapi dengan bangunan cungkup di atasnya, yang merupakan tradisi
pemakaman pra-Islam. |
Seni Ukir |
Seni ukir Islam
menghindari penggambaran makhluk hidup (manusia dan hewan) sesuai dengan
ajaran Islam. Motif yang dominan adalah kaligrafi Arab, motif
tumbuh-tumbuhan (sulur-suluran), dan pola geometris. Kaligrafi menjadi seni
ukir yang sangat dihargai dan digunakan pada masjid, istana, dan nisan. |
Aspek
Seni Pertunjukan |
Bentuk Akulturasi dan Penjelasannya |
Permainan
Debus |
Kesenian ini merupakan perpaduan
antara ajaran tasawuf dengan ilmu kekebalan tubuh lokal. Permainan
debus yang menunjukkan kekebalan terhadap senjata tajam dan api ditampilkan
dalam upacara keagamaan, memberikan dimensi spiritual pada pertunjukan. |
Seudati |
Tarian tradisional dari Aceh ini
pada awalnya adalah tari perang, tetapi setelah Islam masuk, syair-syairnya
diganti dengan lirik yang berisi pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, Seudati berubah fungsi menjadi media dakwah. |
Wayang |
Walisongo, khususnya Sunan Kalijaga,
menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah. Cerita-cerita Hindu seperti
Mahabharata dan Ramayana tetap dipertahankan, namun disisipkan ajaran-ajaran
Islam. Wayang menjadi cara yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai Islam
kepada masyarakat Jawa. |
Aspek
Aksara dan Seni Sastra |
Bentuk Akulturasi dan Contohnya |
Aksara |
Aksara Arab digunakan untuk
menulis bahasa lokal, seperti bahasa Melayu yang ditulis dalam aksara Jawi
atau Arab-Melayu. Huruf Jawi ini kemudian digunakan secara luas dalam karya
sastra dan dokumen-dokumen penting. |
Seni
Sastra |
Perkembangan
Islam melahirkan genre sastra baru yang mengandung nilai-nilai Islam.
Beberapa di antaranya adalah: ·
Hikayat: Kisah-kisah tentang para nabi,
pahlawan Islam, dan sejarah kerajaan, seperti Hikayat Raja-raja Pasai.
·
Babad: Sastra sejarah yang berisi
campuran antara fakta sejarah, mitos, dan kepercayaan lokal, contohnya Babad
Tanah Jawi. ·
Suluk: Sastra tasawuf yang berisi
ajaran mistik untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan, seperti Suluk Sukarsa. |
9. Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia
Berbagai kerajaan Islam di Indonesia berperan penting dalam menyebarkan agama, membangun peradaban, dan membentuk identitas bangsa. Kerajaan-kerajaan ini tersebar di seluruh Nusantara dan memiliki karakteristik unik.
Nama
Kerajaan |
Lokasi |
Tahun Berdiri - Runtuh |
Pendiri Terkenal |
Puncak Kejayaan |
Kerajaan
Perlak |
Aceh
Timur |
840
- 1292 M |
Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah |
Menjadi
pusat perdagangan dan penyebaran Islam tertua di Nusantara. |
Kerajaan
Ternate |
Maluku
Utara |
1257
- 1950 M |
Baab
Mashur Malamo |
Di
bawah Sultan Baabullah (abad ke-16), kerajaan ini menjadi kekuatan maritim
dan perdagangan rempah-rempah yang dominan. |
Kerajaan
Samudra Pasai |
Aceh
Utara |
1285
- 1521 M |
Sultan
Malik As-Saleh |
Menggantikan
peran Sriwijaya sebagai pusat perdagangan dan pusat studi Islam di Selat
Malaka. |
Kerajaan
Malaka |
Semenanjung
Malaya |
1396
- 1511 M |
Parameswara
(berganti nama menjadi Sultan Iskandar Syah) |
Di
bawah Sultan Mansyur Syah, menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam
terbesar di Asia Tenggara. |
Kerajaan
Demak |
Jawa
Tengah |
1500
- 1548 M |
Raden
Patah |
Di
bawah Sultan Trenggono, menjadi kerajaan Islam pertama dan terkuat di Pulau
Jawa, menguasai sebagian besar pesisir utara Jawa. |
Kerajaan
Aceh |
Aceh
Darussalam |
1511
- 1904 M |
Sultan
Ali Mughayat Syah |
Di
bawah Sultan Iskandar Muda, menjadi kerajaan maritim yang kuat dan disegani,
menantang hegemoni Portugis di Selat Malaka. |
Kesultanan
Banten |
Banten |
1526
- 1813 M |
Maulana
Hasanuddin |
Di
bawah Sultan Ageng Tirtayasa, menjadi pusat perdagangan internasional,
terutama lada, dan menentang VOC. |
Kerajaan
Cirebon |
Jawa
Barat |
Abad
ke-15 - Abad ke-19 |
Sunan
Gunung Jati |
Menjadi
pusat perdagangan dan penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat, dikenal dengan
arsitektur masjid yang unik. |
Kerajaan
Makassar |
Sulawesi
Selatan |
1528
- 1670 M |
Raja
Gowa ke-9 (Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna) |
Di
bawah Sultan Hasanuddin, menjadi kekuatan maritim yang dominan di Indonesia
Timur dan menjadi rival VOC. |
Kerajaan
Mataram Islam |
Yogyakarta
dan Jawa Tengah |
1586
- 1755 M |
Sutawijaya
(Panembahan Senopati) |
Di
bawah Sultan Agung, kerajaan ini mencapai puncak kekuasaan, menguasai
sebagian besar Pulau Jawa dan menyusun undang-undang perpaduan hukum Islam
dan adat Jawa. |