IPS 8 Tema 1E
Kondisi
Geografis dan Interaksi dengan Bangsa Asing
(Penyusun : Amir Alamsyah, S.Pd._SMP Negeri 1 Bandungan)
Kondisi geografis yang
strategis membuat Indonesia menjadi persimpang jalur perdagangan internasional
sejak zaman kuno. Hal ini memungkinkan interaksi yang intens antara penduduk lokal
dengan bangsa asing seperti India, Cina, Arab, dan Eropa. Interaksi ini tidak
hanya terbatas pada perdagangan, tetapi
juga mencakup pertukaran budaya, agama, teknologi, dan lainnya.
A. Interaksi indonesia dengan bangsa asing di masa lalu
Aspek
Interaksi |
Keterangan |
Periode Waktu |
Dimulai sejak awal
Masehi (sekitar abad ke-1 M) hingga masa kolonialisme. |
Bangsa Asing yang Berinteraksi |
India, Tiongkok,
Arab, Persia, Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris). |
Bentuk Interaksi Utama |
· Perdagangan:
Jalur sutra laut dan rempah-rempah menjadi fokus utama. Komoditas yang
diperdagangkan meliputi rempah-rempah (cengkeh, pala, lada), emas, perak,
tekstil, keramik, sutra, teh. ·
Penyebaran
Agama: Hindu-Buddha (dari India), Islam (dari Arab, Persia, dan Gujarat),
Kristen (dari Eropa). · Politik
dan Militer: Pembentukan kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha dan Islam
yang dipengaruhi sistem politik asing. Konflik dan perebutan kekuasaan,
terutama di era kolonial. ·
Budaya
dan Ilmu Pengetahuan: Adopsi aksara (Pallawa, Nagari), arsitektur (candi,
masjid), sastra, sistem kalender, teknologi (misalnya pembuatan kapal,
irigasi). ·
Migrasi
dan Akulturasi: Terjadinya perkawinan campur dan terbentuknya komunitas etnis
baru (misalnya peranakan Tionghoa, Arab). Akulturasi budaya terlihat dalam
seni, bahasa, adat istiadat, dan kuliner. |
Dampak Positif |
Perkembangan agama
dan kepercayaan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengenalan sistem
politik dan administrasi baru, peningkatan perdagangan dan ekonomi,
akulturasi budaya yang memperkaya khazanah budaya lokal. |
Dampak Negatif |
Eksploitasi sumber
daya alam, penjajahan dan hilangnya kedaulatan, perpecahan sosial dan
konflik, perubahan struktur masyarakat tradisional, hilangnya beberapa
kebudayaan asli atau terpinggirnya budaya lokal. |
Situs Sejarah Terkait |
Candi Borobudur,
Candi Prambanan, Samudera Pasai, Trowulan (bekas ibu kota Majapahit),
kota-kota pelabuhan seperti Malaka, Banten, Makassar. |
B. Aspek-aspek perdagangan di Nusantara pada awal masehi
Aspek
Perdagangan |
Keterangan |
Periode Waktu |
Dimulai
sejak awal Masehi (sekitar abad ke-1 Masehi) hingga sekitar abad ke-7 atau
ke-8 Masehi. Periode ini sering disebut sebagai periode awal berkembangnya
jalur perdagangan maritim. |
Pusat Perdagangan Utama |
Berada di
wilayah pesisir Sumatra dan Jawa, seperti Sriwijaya (nantinya berkembang
pesat), pesisir utara Jawa (misalnya Tarumanegara), serta beberapa daerah di
Kalimantan dan Sulawesi. Lokasi-lokasi ini strategis karena berada di jalur
pelayaran internasional. |
Jalur Perdagangan |
Jalur
Sutra Laut (jalur maritim) merupakan rute utama. Jalur ini menghubungkan
India, Tiongkok, Timur Tengah, dan Afrika melalui kepulauan Nusantara. |
Komoditas Ekspor Utama Nusantara |
Rempah-rempah
seperti cengkeh dan pala (dari Maluku), lada (dari Sumatra dan Jawa), dan
kayu manis. Komoditas lain meliputi hasil hutan seperti kamper, damar,
gaharu, dan rotan. Juga emas dan perak dari beberapa wilayah. |
Komoditas Impor Utama |
Kain
sutra dan keramik (dari Tiongkok), tekstil (terutama katun dari India), kaca,
manik-manik, dan logam mulia (dari India dan Timur Tengah). |
Pihak yang Berinteraksi |
Pedagang
India dan Tiongkok adalah pemain utama. Pedagang dari Persia dan Arab juga
mulai berinteraksi, meskipun peninggalannya belum sejelas interaksi dengan
India dan Tiongkok pada periode ini. |
Alat Tukar |
Sistem
barter masih dominan, namun penggunaan mata uang logam (terutama yang berasal
dari India atau Tiongkok) sudah mulai dikenal di beberapa pusat perdagangan. |
Pengaruh Terhadap Nusantara |
Mendorong
terbentuknya kerajaan-kerajaan maritim yang kuat seperti Sriwijaya. Membawa
pengaruh budaya dan agama (terutama Hindu-Buddha dari India) melalui
interaksi dengan para pedagang dan misionaris. Meningkatkan kemakmuran dan
urbanisasi di beberapa wilayah pesisir. |
C. Perkembangan Kehidupan Masyarakat di Nusantara pada Masa Kerajaan Hindu-Buddha
Aspek
Kehidupan |
Keterangan |
Periode Waktu |
Sekitar
abad ke-4 Masehi (dengan ditemukannya prasasti-prasasti awal seperti Kutai
dan Tarumanegara) hingga sekitar abad ke-15 Masehi (keruntuhan Majapahit). |
Sistem Pemerintahan |
Kerajaan
bercorak Hindu-Buddha dengan sistem monarki. Raja dianggap sebagai pemimpin
tertinggi dan seringkali dianggap inkarnasi dewa (terutama dalam Hinduisme)
atau Bodhisattva (dalam Buddhisme). Konsep Dewa-Raja sangat kuat. Adanya
hierarki pemerintahan dari pusat hingga daerah. |
Struktur Masyarakat |
Sangat
hierarkis dan dipengaruhi oleh sistem kasta dari India, meskipun tidak sekaku
di India. Umumnya terbagi menjadi: 1)
Golongan
Raja dan Bangsawan: Memiliki kekuasaan politik dan ekonomi tertinggi. 2)
Golongan
Rohaniawan/Brahmana: Penasihat raja, pemimpin upacara keagamaan, penjaga
pengetahuan. 3)
Golongan
Kesatria: Prajurit, pejabat militer, atau penguasa daerah. 4)
Golongan
Waisya: Pedagang, petani kaya, pengrajin. 5)
Golongan
Sudra: Rakyat biasa, petani penggarap, buruh. 6)
Budak:
Golongan paling bawah. |
Sistem Ekonomi |
Mayoritas
masyarakat hidup dari pertanian (terutama padi) dengan sistem irigasi yang
berkembang. Perdagangan maritim juga sangat penting, terutama di
kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit. Komoditas ekspor
meliputi rempah-rempah, hasil hutan, dan emas; impor meliputi keramik, sutra,
dan tekstil. Sistem barter dan penggunaan mata uang (misalnya picis) sudah
dikenal. |
Sistem Kepercayaan & Agama |
Hindu dan
Buddha menjadi agama resmi dan dominan. Hindu umumnya menyembah Trimurti
(Brahma, Wisnu, Siwa), dengan aliran Siwa dan Wisnu paling populer. Buddhisme
terbagi menjadi Mahayana dan Hinayana. Sinkretisme antara kepercayaan lokal
(animisme, dinamisme) dengan Hindu-Buddha juga sangat kuat, menghasilkan ciri
khas keagamaan Nusantara. Pembangunan candi dan stupa sebagai tempat ibadah. |
Seni dan Budaya |
Berkembang
pesat, terutama dalam arsitektur candi (misalnya Borobudur, Prambanan),
patung (arca dewa-dewi, Buddha), relief (kisah Ramayana, Mahabarata, Jataka),
dan sastra (kitab Kakawin seperti Ramayana, Arjunawiwaha, Negarakertagama).
Seni pertunjukan seperti wayang juga mulai berkembang. Penggunaan aksara
Pallawa dan Nagari dalam penulisan prasasti dan naskah. |
Ilmu Pengetahuan & Teknologi |
Kemajuan
dalam bidang astronomi (untuk menentukan musim tanam dan upacara keagamaan),
matematika (dalam pembangunan candi), arsitektur, irigasi, dan navigasi laut.
Pengetahuan tentang pengobatan tradisional juga berkembang. |
Kehidupan Sosial |
Terjadi
urbanisasi di sekitar pusat-pusat kerajaan dan pelabuhan. Adanya peraturan
hukum yang berlandaskan ajaran agama dan adat. Adat istiadat dan tradisi
lokal tetap kuat di samping pengaruh Hindu-Buddha. Sistem gotong royong atau
kerja sama masyarakat dalam berbagai kegiatan. |
D. Masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia
Aspek |
Keterangan |
Periode Awal Masuk |
Diperkirakan
sejak abad ke-1 Masehi, namun bukti-bukti arkeologis yang kuat (prasasti)
baru ditemukan dari abad ke-4 Masehi (Kerajaan Kutai dan Tarumanegara). |
Teori-Teori Utama |
1)
Teori
Brahmana: Diajukan oleh J.C. van Leur. Menyatakan bahwa kaum Brahmana
(golongan pendeta) dari India diundang oleh penguasa-penguasa lokal di
Nusantara untuk mengajarkan ajaran Hindu-Buddha dan melakukan upacara
keagamaan. Mereka memiliki pengetahuan tentang kitab suci dan ritual yang
diperlukan. 2)
Teori
Ksatria: Dikemukakan oleh F.D.K Bosch dan N.J. Krom. Mengusulkan bahwa
prajurit atau golongan ksatria India yang kalah perang atau mencari wilayah
baru melarikan diri ke Nusantara dan kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan
baru dengan pengaruh Hindu-Buddha. 3) Teori
Waisya: Diperkenalkan oleh N.J. Krom. Menyatakan bahwa pedagang (Waisya) dari
India yang berdagang di Nusantara memperkenalkan agama Hindu-Buddha kepada
penduduk lokal. Interaksi perdagangan yang intensif memungkinkan penyebaran
budaya dan agama. 4) Teori
Arus Balik: Dikemukakan oleh F.D.K Bosch. Ini adalah teori yang paling
diterima saat ini. Menyebutkan bahwa bangsa Indonesia (atau individu-individu
cerdas dari Nusantara) secara aktif mempelajari ajaran Hindu-Buddha di India,
kemudian kembali ke Nusantara dan menyebarkannya. Ini menunjukkan adanya
keaktifan masyarakat lokal dalam mengadaptasi budaya asing. 5) Teori
Sudra: Diperkenalkan oleh van Faber. Mengusulkan bahwa budak atau rakyat
jelata dari India yang bermigrasi ke Nusantara membawa serta ajaran
Hindu-Buddha. Teori ini memiliki kelemahan karena golongan Sudra umumnya
tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang kitab suci. |
Faktor Pendorong Penerimaan |
Minat
para penguasa lokal untuk memperkuat legitimasi kekuasaan mereka (dengan
mengadopsi konsep dewa-raja), adanya kesamaan dalam praktik keagamaan awal
(pemujaan roh nenek moyang dan kepercayaan kesuburan yang dapat
disinkretisasi), serta daya tarik dari sistem kepercayaan yang lebih
terstruktur dan kompleks. |
Peran Jalur Perdagangan |
Jalur
Sutra Laut memainkan peran krusial. Para pedagang yang singgah di
pelabuhan-pelabuhan Nusantara tidak hanya membawa barang dagangan, tetapi
juga ide, budaya, dan agama. Ini menciptakan interaksi intensif antara
masyarakat lokal dan bangsa asing. |
Bukti-Bukti Sejarah |
Prasasti
(misalnya Yupa dari Kutai, Prasasti Ciaruteun dari Tarumanegara), candi
(Borobudur, Prambanan), arca-arca Hindu-Buddha, dan kitab-kitab kuno (seperti
Negarakertagama, Pararaton) yang menceritakan kehidupan kerajaan bercorak
Hindu-Buddha. |
Implikasi/Dampak |
Perubahan
sistem pemerintahan dari kesukuan menjadi kerajaan, munculnya sistem kasta
(meskipun tidak sekaku di India), perkembangan seni dan arsitektur (candi),
perkembangan aksara dan sastra, serta integrasi nilai-nilai Hindu-Buddha
dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Nusantara. |
E. Pengaruh dan Peninggalan Kebudayaan
Hindu-Buddha di Indonesia
Masuknya
agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke Nusantara telah membawa perubahan besar serta
meninggalkan jejak yang mendalam pada peradaban Indonesia. Pengaruh ini
terlihat dalam berbagai aspek kehidupan, menciptakan ciri khas dan peninggalan
yang masih dapat kita saksikan hingga kini.
1. Bahasa dan Tulisan
Ciri Khas Pengaruh |
Penjelasan |
Contoh-contoh
Peninggalan |
Penggunaan
Bahasa Sanskerta |
Bahasa
Sanskerta menjadi bahasa ilmu pengetahuan, sastra, dan keagamaan bagi kaum
bangsawan dan cendekiawan. Banyak istilah Sanskerta yang terserap ke dalam
bahasa Kawi (Jawa Kuno) dan kemudian memengaruhi bahasa Indonesia modern. |
·
Istilah-istilah
Sanskerta dalam Bahasa Indonesia:
"Karma," "Dharma," "Bumi," "Negara,"
"Raja," "Puri," "Cinta," "Bahasa,"
"Sastra," "Surga," "Neraka,"
"Manusia." ·
Kitab-kitab sastra kuno: Ramayana,
Mahabharata, Arjuna Wiwaha, Sutasoma, Negarakertagama
(ditulis dalam Bahasa Kawi yang kaya serapan Sanskerta). |
Penggunaan
Aksara Pallawa dan Nagari |
Aksara
Pallawa, yang berasal dari India Selatan, menjadi dasar bagi perkembangan
aksara-aksara lokal di Indonesia seperti aksara Jawa Kuno (Kawi), Sunda Kuno,
Bali, dan Batak. Aksara Nagari (Devanagari) juga ditemukan, terutama pada
naskah-naskah Buddhis. |
·
Prasasti
Yupa (Kerajaan Kutai):
Prasasti tertua yang menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. ·
Prasasti
Tugu, Kebon Kopi (Kerajaan Tarumanegara): Menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. ·
Prasasti
Canggal (Kerajaan Mataram Kuno):
Aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. ·
Berbagai
naskah lontar dan kakawin
yang menggunakan aksara lokal turunan Pallawa. |
2. Sistem Kepercayaan/Agama
Ciri Khas Pengaruh |
Penjelasan |
Contoh-contoh
Peninggalan |
Adopsi
Agama Hindu dan Buddha |
Masyarakat
Indonesia mulai menganut agama Hindu (Saiwa, Wisnu, Brahma) dan Buddha
(Mahayana, Hinayana/Theravada). Kedua agama ini hidup berdampingan, bahkan
seringkali berasimilasi. |
·
Agama
Hindu Dharma di Bali:
Merupakan kelanjutan dan asimilasi Hindu Siwa dengan kepercayaan lokal. ·
Keberadaan
peninggalan candi-candi Hindu dan Buddha di berbagai wilayah Indonesia sebagai bukti nyata
penyebaran agama. ·
Ajaran
Trimurti (Brahma, Wisnu, Siwa)
dalam Hindu dan konsep Tiga Permata (Buddha, Dharma, Sangha) dalam
Buddha. |
Konsep
Reinkarnasi, Karma, dan Nirwana / Moksa |
Ajaran
tentang siklus kelahiran kembali (reinkarnasi), hukum sebab-akibat (karma),
dan tujuan akhir hidup (Nirwana bagi Buddha, Moksa bagi Hindu) menjadi bagian
dari pandangan hidup masyarakat. |
·
Filosofi
hidup masyarakat
yang percaya pada karma baik dan buruk, serta harapan untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik di masa mendatang atau pembebasan dari siklus
samsara. ·
Ritual-ritual
keagamaan yang
berkaitan dengan kematian dan kehidupan setelahnya. |
Sinkretisme
dengan Kepercayaan Lokal |
Pengaruh
Hindu-Buddha tidak sepenuhnya menghapus kepercayaan lokal (animisme dan
dinamisme), melainkan seringkali berasimilasi dan menciptakan bentuk
kepercayaan baru yang unik. |
·
Upacara
keagamaan di Bali
yang menggabungkan unsur Hindu dengan kepercayaan lokal (misalnya sesajen,
pemujaan roh leluhur). ·
Bentuk-bentuk
relief candi
yang seringkali mencampurkan mitologi Hindu-Buddha dengan flora dan fauna
lokal. |
3. Seni Bangunan dan Arsitektur
Ciri
Khas Pengaruh |
Penjelasan |
Contoh-contoh Peninggalan |
Arsitektur
Candi dan Stupa |
Candi
(untuk Hindu) dan stupa (untuk Buddha) merupakan bangunan suci yang berfungsi
sebagai tempat ibadah, makam raja yang didewakan, atau menyimpan relik.
Arsitekturnya menunjukkan perpaduan pengaruh India dengan unsur lokal
Indonesia. |
·
Candi
Borobudur (Buddha):
Kuil Buddha terbesar di dunia, berbentuk stupa berundak dengan relief-relief
kisah Jataka dan Avadana. ·
Candi
Prambanan (Hindu):
Kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia, didedikasikan untuk Trimurti
(Brahma, Wisnu, Siwa) dengan relief Ramayana. ·
Candi
Mendut, Candi Pawon (Buddha):
Candi-candi yang terkait dengan Borobudur. ·
Candi
Sewu, Candi Plaosan (Buddha):
Contoh candi-candi Buddhis lainnya. ·
Candi
Dieng, Candi Jago, Candi Penataran (Hindu): Contoh-contoh candi Hindu lainnya. |
Relief
dan Ornamen |
Relief
pada dinding candi menggambarkan kisah-kisah epik Hindu (Ramayana,
Mahabharata) atau ajaran Buddha (Jataka, Lalitavistara). Ornamen seperti kala-makara
(kepala raksasa dengan bentuk naga/ikan), patung dewa/dewi, singa, gajah, dan
bunga teratai sangat umum ditemukan. |
·
Relief
Ramayana dan Krisnayana di Candi Prambanan. ·
Relief
Lalitavistara dan Jataka-Avadana di Candi Borobudur. ·
Ornamen
Kala-Makara yang
menghiasi pintu gerbang dan tangga candi. ·
Patung
Buddha Dhyani di
Borobudur dan patung Trimurti di Prambanan. |
Pura
(Bali) |
Meskipun
berkembang lebih lanjut di Bali dengan kekhasan lokal, konsep pura sebagai
kompleks tempat ibadah Hindu berakar dari pengaruh India. |
·
Pura
Besakih, Pura Tanah Lot, Pura Ulun Danu Beratan di Bali. |
4. Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
Ciri Khas Pengaruh |
Penjelasan |
Contoh-contoh
Peninggalan |
Sistem
Penanggalan / Kalender |
Pengenalan
sistem penanggalan India, khususnya kalender Saka, yang kemudian diadopsi dan
dimodifikasi menjadi kalender Jawa dan Bali. |
·
Kalender
Saka: Digunakan
dalam penentuan hari-hari penting keagamaan dan penulisan prasasti. ·
Prasasti-prasasti
dengan angka tahun Saka. |
Astronomi
dan Arsitektur |
Pengetahuan
tentang astronomi digunakan dalam penentuan arah bangunan suci dan waktu
upacara. Teknik arsitektur dan konstruksi bangunan batu besar berkembang
pesat. |
·
Penentuan
letak Candi Borobudur dan Prambanan
yang memperhatikan arah mata angin dan posisi matahari/bulan. ·
Teknik
menyusun balok batu besar
tanpa perekat (sistem interlock) yang terlihat pada candi-candi. |
Metalurgi |
Peningkatan
kemampuan dalam pengolahan logam, terutama perunggu dan emas, untuk keperluan
patung, perhiasan, dan alat upacara. |
·
Pembuatan
arca-arca perunggu dan emas
dengan detail halus. ·
Peralatan
upacara dari perunggu
seperti genta dan dupa. |
5. Barang-barang Logam
Ciri Khas Pengaruh |
Penjelasan |
Contoh-contoh
Peninggalan |
Seni
Patung Logam (Perunggu/Emas) |
Pengaruh
Hindu-Buddha memperkenalkan teknik pembuatan patung dari logam, terutama
perunggu dan emas, untuk menggambarkan figur dewa/dewi, Buddha, Bodhisattva,
atau alat-alat upacara. |
·
Arca-arca
perunggu dan emas:
Patung Buddha dari Sempaga (Sulawesi Selatan), arca Aksobhya dari Candi
Kalasan, berbagai arca perunggu dewa-dewi Hindu yang ditemukan di situs-situs
kuno. ·
Alat-alat
upacara: Genta
(lonceng), lampu minyak, mangkuk persembahan yang terbuat dari logam mulia
atau perunggu. |
Perhiasan
dan Peralatan Keagamaan |
Penggunaan
emas dan perak untuk perhiasan bangsawan serta benda-benda ritual keagamaan
dengan ukiran dan bentuk yang dipengaruhi motif Hindu-Buddha. |
·
Mahkota
emas, gelang, kalung, dan cincin
yang ditemukan di situs-situs kerajaan (misalnya harta karun Wonoboyo). ·
Perabot
rumah tangga elit
seperti cawan atau wadah air dari perunggu dengan ukiran Hindu-Buddha. |
6. Kesusastraan
Ciri Khas Pengaruh |
Penjelasan |
Contoh-contoh
Peninggalan |
Adaptasi
Epos Hindu (Kakawin) |
Epos
besar seperti Ramayana dan Mahabharata diadaptasi ke dalam
bahasa Jawa Kuno (Kawi) dalam bentuk kakawin (puisi epik). Kisah-kisah
ini kemudian diinternalisasi dan menjadi bagian dari budaya lokal. |
·
Kakawin
Ramayana: Karya
sastra Hindu tertua di Jawa. ·
Kakawin
Bharata Yuddha:
Gubahan ulang kisah Mahabharata yang ditulis pada masa Kerajaan Kediri. ·
Kakawin
Arjuna Wiwaha:
Kisah tentang Arjuna yang bertapa dan diuji oleh para dewa. ·
Kakawin
Sutasoma:
Mengandung frasa "Bhinneka Tunggal Ika." ·
Kitab
Nagarakertagama:
Karya Mpu Prapanca yang menggambarkan kejayaan Majapahit. |
Sastra
Keagamaan (Pararaton, Usana) |
Munculnya
karya-karya sastra yang berisi ajaran agama, sejarah kerajaan, atau silsilah
raja-raja yang berkaitan dengan Hindu-Buddha. |
·
Kitab
Pararaton:
Mengisahkan raja-raja Singasari dan Majapahit. ·
Kitab
Tantu Panggelaran:
Menggambarkan proses Hindu-isasi Jawa dan mitologi penciptaan. ·
Kitab
Usana Bali:
Berisi sejarah dan mitologi Hindu di Bali. |
7. Hukum dan Sistem Pemerintahan
Ciri
Khas Pengaruh |
Penjelasan |
Contoh-contoh Peninggalan |
Konsep
Kerajaan dan Raja (Dewa-raja) |
Adopsi
konsep negara kerajaan dengan raja sebagai pusat kekuasaan. Raja seringkali
dianggap sebagai titisan dewa (konsep Dewa-raja) atau memiliki legitimasi
ilahi. Sistem pemerintahan bersifat feodal dan hierarkis. |
·
Sistem
Kerajaan:
Munculnya kerajaan-kerajaan besar bercorak Hindu-Buddha seperti Kutai,
Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram Kuno, Singasari, Majapahit. ·
Gelar
Raja: Penggunaan
gelar-gelar Sanskerta seperti "Maharaja," "Sri Baginda,"
"Rajasa," "Dharmawangsa." ·
Struktur
Administrasi:
Adanya jabatan-jabatan seperti rakryan (pejabat tinggi), patih,
senapati yang strukturisasinya dipengaruhi sistem administrasi India. |
Undang-Undang
dan Hukum (Dharmasastra) |
Pengaruh
konsep hukum dan tata negara Hindu (Dharmasastra) dalam penyusunan aturan di
kerajaan. |
·
Kitab
Kutaramanawa:
Kitab hukum pada masa Majapahit yang sebagian isinya dipengaruhi Dharmasastra
India. |
8. Tradisi dan Adat Istiadat
Ciri Khas Pengaruh |
Penjelasan |
Contoh-contoh
Peninggalan |
Upacara
Keagamaan dan Siklus Hidup |
Banyak
tradisi dan upacara daur hidup (kelahiran, perkawinan, kematian) di beberapa
daerah yang masih memiliki nuansa Hindu-Buddha, terutama di Bali dan Jawa. |
·
Upacara
Ngaben (Bali):
Ritual kremasi jenazah dalam Hindu Bali. ·
Slametan
(Jawa): Meskipun
sudah banyak berasimilasi dengan Islam, beberapa elemennya memiliki akar pada
tradisi kepercayaan pra-Islam dan Hindu-Buddha. ·
Perayaan
Hari Raya Keagamaan:
Nyepi (Hindu), Waisak (Buddha). |
Sistem
Kasta (modifikasi lokal) |
Meskipun
tidak seketat di India, pengaruh sistem kasta (Brahmana, Ksatria, Waisya,
Sudra) terlihat dalam stratifikasi sosial masyarakat pada masa kerajaan
Hindu-Buddha dan masih bertahan dalam bentuk modifikasi di Bali. |
·
Pembagian
masyarakat
berdasarkan wangsa (kasta) di Bali. ·
Gelar-gelar
yang menunjukkan status sosial dalam masyarakat adat tertentu. |
9. Pendidikan
Ciri Khas Pengaruh |
Penjelasan |
Contoh-contoh
Peninggalan |
Pusat
Pendidikan Keagamaan |
Candi
atau wihara berfungsi tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai
pusat pendidikan keagamaan, tempat para biksu atau pendeta mengajarkan ajaran
agama dan filsafat. |
·
Wihara
dan ashram
yang dulu berfungsi sebagai pusat studi keagamaan dan filsafat. ·
Peran
para Brahmana dan Biksu
sebagai guru atau pengajar yang menyebarkan ilmu pengetahuan dan ajaran
agama. |
Sistem
Pendidikan Formal |
Meskipun
tidak seformal pendidikan modern, adanya sistem pendidikan yang terorganisir
di lingkungan kerajaan atau biara untuk melatih para calon pemimpin,
agamawan, dan sastrawan. |
·
Pengajaran
Sanskerta dan sastra kuno
di lingkungan keraton. ·
Pendidikan
moral dan etika
berdasarkan ajaran Hindu-Buddha. |
------- oOo -------